Ki Hajar Dewantara
(Raden Mas
Suwardi Suryaningrat)
The
development of good character should be the heart and soul of education, and
should dominate the spirit of teaching. This was the philosophy of the “Father
of Education” in Indonesia, Ki Hajar Dewantara. The reason, he said, was that
teaching and character building are like two sides of a coin and cannot, and
should not be separated.
Pengembangan karakter yang baik
harus menjadi jantung dan jiwa pendidikan, dan harus mendominasi semangat
mengajar. Ini adalah filosofi "Bapak Pendidikan" di Indonesia, Ki
Hajar Dewantara. Pasalnya, kata dia, adalah bahwa pengajaran dan pembangunan
karakter seperti dua sisi mata uang dan tidak bisa, dan tidak boleh dipisahkan.
Education,
by definition, means guiding
student
lives in a strong foundation of good
character,
so that they would be civilized humans
of
highest moral fibre, thus laying the foundation of
a
great nation without distinction of religion, ethnicity, customs, economic and
social
status.
Pendidikan, menurut definisi,
berarti membimbing
mahasiswa tinggal di sebuah fondasi
yang kuat dari yang baik
karakter, sehingga mereka akan
manusia beradab
serat moral yang tertinggi, sehingga
meletakkan dasar
sebuah bangsa yang besar tanpa
membedakan agama, suku, adat istiadat, ekonomi dan
status sosial.
Ki
Hajar Dewantara was born in the royal family of Yogyakarta on 2 May
1889.
His given name was Raden Mas Suwardi Suryaningrat which he later
changed
to renounce his connections with the royal family. He transformed
himself
into an activist, columnist, politician and pioneer of education for
Indonesians.
He fought for rights of Indonesians during Dutch and Japanese
Ki Hajar Dewantara lahir di keluarga
kerajaan Yogyakarta pada 2 Mei
1889. Namanya diberikan adalah Raden
Mas Suwardi Suryaningrat yang ia kemudian
berubah untuk meninggalkan koneksi
dengan keluarga kerajaan. dia berubah
dirinya menjadi seorang aktivis,
kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi
Indonesia. Dia berjuang untuk
hak-hak orang Indonesia selama Belanda dan Jepang
He
was born into an aristocratic family that granted him the privilege of
free
access to education of his choice. He got his primary education from ELS
(Europeesche
Lagere School), then he continued his education at Stovia (Java
Medical
School) but due to health reasons he couldn't finish it. He started writing
for
newspapers and eventually all his writings were focused on Indonesian
patriotism,
thus anti Dutch. He was involved in the early activities of Budi Utomo
and
the Indiesche Party, which were both important in the early development of
the
pergerakan, the “movement” that grew up with a nascent Indonesian national
political
consciousness (www.indonotes.wordpress.com).
Ia dilahirkan dalam sebuah keluarga
bangsawan yang diberikan kepadanya hak istimewa
akses gratis ke pendidikan
pilihannya. Dia mendapat pendidikan utamanya dari ELS
(Europeesche Lagere School),
kemudian ia melanjutkan pendidikannya di Stovia (Java
Medical School) namun karena alasan
kesehatan ia tidak bisa menyelesaikannya. Dia mulai menulis
untuk surat kabar dan akhirnya semua
tulisan-tulisannya terfokus pada Indonesia
patriotisme, sehingga anti Belanda.
Ia terlibat dalam kegiatan awal Budi Utomo
dan Indiesche Partai, yang keduanya
penting dalam pengembangan awal
yang Pergerakan, "gerakan"
yang tumbuh dengan nasional Indonesia yang baru lahir
He
was exiled between 1913 and 1919 following the publication of two of
Bahasa
Inggris 65
his
articles: “Als ik eens Nederlander” (If I was a Dutchman) and “Eén voor allen
en
allen
voor één” (One for all and all for one). He used his time in exile to learn
more
about
education and obtained a Europeesche certificate
Dia
diasingkan antara tahun 1913 dan 1919 menyusul penerbitan dua
Bahasa
Inggris 65
artikel
nya: "Als ik eens Nederlander" (Jika saya adalah seorang Belanda) dan
"Een voor allen en
allen
voor één "(Satu untuk semua dan semua untuk satu). Dia menggunakan
waktunya di pengasingan untuk mempelajari lebih lanjut
Following
his return, he focused more on cultural and educational efforts
paving
way to develop educational concepts in Indonesia. He believed that
education
is very important and the most important means of freeing Indonesians
from
clutches of colonization. He played a leading role in establishing “National
Onderwijs
Institut Taman Siswa” in 1922. This institution was established to
educate
native Indonesians during colonial times. This institution was based on
these
principles:
1.
Ing Ngarsa Sung Tuladha (the one in front sets example).
2.
Ing Madya Mangun Karsa (the one in the middle builds the spirit and
encouragement).
3.
Tut Wuri Handayani (the one at the back gives support)
(indonotes.wordpress.com).
Setelah
kembali, ia lebih terfokus pada upaya budaya dan pendidikan
membuka
jalan untuk mengembangkan konsep pendidikan di Indonesia. Dia percaya bahwa
pendidikan
sangat penting dan cara yang paling penting untuk membebaskan Indonesia
dari
cengkeraman penjajahan. Ia memainkan peran utama dalam membangun "National
Onderwijs
Institut Taman Siswa "pada tahun 1922. Lembaga ini didirikan untuk
mendidik
asli Indonesia selama masa penjajahan. Lembaga ini didasarkan pada
prinsip-prinsip
ini:
1.
Ing Ngarsa Sung tuladha (satu di depan set contoh).
2.
Ing Madya Mangun Karsa (satu di tengah membangun semangat dan
dorongan).
3.
Tut Wuri Handayani (satu di belakang memberi dukungan)
(Indonotes.wordpress.com).
As
Ki Hajar believed that character was not merely a theoretical concept,
but
a practical and living concept, he embodied his vision in his school, Taman
Siswa.
The central goals of Taman Siswa emphasized character building, including
traits
such as patriotism and love for the nation, and a sense of national identity.
His
vision was that Indonesians would be free from colonial powers, to fight for
independence
and have good character. He continued writing but his writings
took
a turn from politics to education. These writings later laid foundation of
Indonesian
education. Froebel, Montessori and Tagore influenced his educational
principles
and in Taman Siswa he drew some inspiration from Tagore's
Shantiniketan
(asrirahayudamai.wordpress.com).
Sebagai
Ki Hajar percaya karakter yang bukan hanya konsep teoritis,
tapi
konsep praktis dan hidup, ia diwujudkan visinya di sekolahnya, Taman
Siswa.
Tujuan utama dari Taman Siswa menekankan pembangunan karakter, termasuk
ciri-ciri
seperti patriotisme dan cinta tanah air, dan rasa identitas nasional.
Visinya
adalah bahwa Indonesia akan bebas dari kekuasaan kolonial, untuk memperjuangkan
independensi
dan memiliki karakter yang baik. Ia terus menulis tapi tulisannya
mengambil
giliran dari politik pendidikan. Tulisan-tulisan ini kemudian meletakkan dasar
dari
pendidikan
di Indonesia. Froebel, Montessori dan Tagore dipengaruhi pendidikan nya
prinsip
dan di Taman Siswa ia menarik inspirasi dari Tagore
Shantiniketan
(asrirahayudamai.wordpress.com).
After
independence, he was given the office of Minister of Education and
Culture.
For his efforts in pioneering education for the masses, he was officially
declared
Father of Indonesian Education and his birthday is celebrated as National
Education
Day. His portrait was on 20,000 rupiah note till 2002. He was officially
nd
th confirmed as a National Hero of Indonesia by the 2 President of Indonesia on
28
November
1959 (Tokohindonesia.com).
Setelah kemerdekaan, ia diberi
jabatan Menteri Pendidikan dan
Budaya. Untuk usahanya dalam
merintis pendidikan untuk rakyat, ia resmi
menyatakan Bapak Pendidikan
Indonesia dan ulang tahunnya diperingati sebagai National
Hari Pendidikan. potretnya adalah
pada catatan 20.000 rupiah sampai 2002. Dia resmi
nd th dikonfirmasi sebagai Pahlawan
Nasional Indonesia oleh 2 Presiden Indonesia pada tanggal 28
November 1959 (Tokohindonesia.com).
Ki
Hajar Dewantara passed away on 26th April 1952 at the age of 69 years.
His
wife donated all Ki Hajar's belongings to Dewantara Kirti Griya Museum,
Yogyakarta.
He was a great man who spent his whole life serving his people and
country.
Ki Hadjar Dewantara meninggal dunia pada tanggal 26 April 1952 pada umur 69 tahun.Istrinya disumbangkan barang-barang semua Ki Hajar Dewantara Kirti Griya MuseumYogyakarta. Dia adalah orang besar yang menghabiskan seluruh hidupnya melayani umat-Nya dan negara
Ki Hadjar Dewantara meninggal dunia pada tanggal 26 April 1952 pada umur 69 tahun.Istrinya disumbangkan barang-barang semua Ki Hajar Dewantara Kirti Griya MuseumYogyakarta. Dia adalah orang besar yang menghabiskan seluruh hidupnya melayani umat-Nya dan negara
PR ku selesai :v
ReplyDeleteBerkatmu,tugasku jadi cepat selesai v:
ReplyDeletebanyak bat bjir :v
ReplyDeleteMakasih kakkk😁
ReplyDeleteBetMGM Casino Coupons & Review - Ride a Ride
ReplyDeleteGrab the BetMGM Casino Coupons 2021 to enjoy all クイーンカジノ your favorite ミスティーノ casino games in the app! Check out our BetMGM Casino review to learn 카지노 more about
Terimakasih
ReplyDelete